2 Tahun Belum Bisa Tempati Rumah
Konsumen 'The Metro Graha' Ancam Mengadu ke Kemenpera
Senin, 02 Desember 2013 11:24:46
Reporter : Yusuf Wibisono
Reporter : Yusuf Wibisono
Jombang (beritajatim.com) - Sejumlah
konsumen perumahan 'The Metro Graha' Tunggorono Jombang merasa kecewa.
Pasalnya, sudah dua tahun ini mereka belum bisa menempati kawasan hunian
yang dibangun PT Dwijaya Persada Indah, Sidoarjo. Padahal, para
konsumen tersebut sudah menyetor uang muka atau DP (Down Payment) dan
persyaratan administrasi lainnya.
Maskur (35), salah satu konsumen mengatakan, awalnya ia tertarik dengan promosi yang dilakukan pengembang 'The Metro Graha'. Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2011, ia memenuhi persyaratan administrasi serta membayar uang muka sebesar Rp 6,5 juta. Ia memilih rumah tipe 36 yang berlokasi di blok B-4.
Satu bulan, dua bulan berjalan. Namun hingga dua tahun ini, Maskur belum bisa menempati rumah tersebut. "Padahal, sesuai aturan, empat sampai tujuh bulan setelah pembayaran uang muka, seharusnya rumah tersebut sudah realisasi. Namun hingga kini saya belum bisa menempati. Bahkan rumah tersebut kondisinya masih 95 persen serta belum bersertifikat," kata Maskur sembari menunjukkan bukti pembayaran uang muka, Senin (2/12/2013).
Maskur heran, selama ini kwajiban sebagai konsumen sudah ia penuhi. Semisal membayar uang muka, boking lokasi, serta pajak. Namun giliran dia menuntut hak, pihak pengembang selalu berbelit-belit. Berbagai cara juga sudah ia tempuh, mulai mendatangi kantor pengembang, hingga berkirim surat yang dilampiri tanda tangan perwakilan konsumen guna meminta penjelasan. Namun lagi-lagi, pihak pengembang hanya berjanji secepatnya melakukan realisasi.
Maskur menceritakan, ia bersama beberapan konsumen sudah bertemu dengan pengembang. Dalam pertemuan itu ia mendapatkan penjelasan panjang lebar. "Alasannya, rumah saya belum bisa ditempati karena kondisinya masih 95 persen dan sertifikatnya masih dalam proses. Nah, kalau seperti ini dimana tanggung jawab pengembang," ungkapnya.
Hal serupa juga dikatakan Ahmad Zani (30), konsumen lainnya. Kondisi Zani justru lebih memprihatinkan. Betapa tidak, ia sudah menyetor uang muka sekitar Rp 14 juta dan memenuhi persyaratan admininstrasi lainnya. Namun hingga saat ini rumah di 'The Metro Graha' itu belum juga bisa ditempati. Selain kondisi fisiknya masih 60 persen, bangunan tersebut juga belum bersertifikat. "Padahal saya sudah membayar uang muka sejak 2012," katanya.
Zani berharap, dalam waktu dekat ini rumah tipe 36 miliknya itu segera bisa realisasi. Jika tidak, maka ia dan konsumen lainnya akan mengadukan permasalahan itu ke Kementrian Perumahan Rakyat (Kemenpera) serta pihak yang berkompeten lainnya. Pasalnya, kata Zani, perumahan yang berada di kawasan Tunggorono itu masuk dalam program FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang notabene digulirkan Kemenpera.
Sementara itu, Manager Marketing PT Dwijaya Persada Indah, Sari Siregar ketika dikonfirmasi terkait keluhan tersebut tidak banyak berkomentar. Ia justru marah-marah dan mengancam akan melakukan somasi jika wartawan menulis polemik di perumahan The Metro Graha. "Kalau konfirmasi langsung ke atasan saya di Sidoarjo. Uang muka 'seuprit' kok minta rumah," kata Sari dengan nada tinggi ketika dihubungi lewat ponselnya. [suf/but]
Maskur (35), salah satu konsumen mengatakan, awalnya ia tertarik dengan promosi yang dilakukan pengembang 'The Metro Graha'. Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2011, ia memenuhi persyaratan administrasi serta membayar uang muka sebesar Rp 6,5 juta. Ia memilih rumah tipe 36 yang berlokasi di blok B-4.
Satu bulan, dua bulan berjalan. Namun hingga dua tahun ini, Maskur belum bisa menempati rumah tersebut. "Padahal, sesuai aturan, empat sampai tujuh bulan setelah pembayaran uang muka, seharusnya rumah tersebut sudah realisasi. Namun hingga kini saya belum bisa menempati. Bahkan rumah tersebut kondisinya masih 95 persen serta belum bersertifikat," kata Maskur sembari menunjukkan bukti pembayaran uang muka, Senin (2/12/2013).
Maskur heran, selama ini kwajiban sebagai konsumen sudah ia penuhi. Semisal membayar uang muka, boking lokasi, serta pajak. Namun giliran dia menuntut hak, pihak pengembang selalu berbelit-belit. Berbagai cara juga sudah ia tempuh, mulai mendatangi kantor pengembang, hingga berkirim surat yang dilampiri tanda tangan perwakilan konsumen guna meminta penjelasan. Namun lagi-lagi, pihak pengembang hanya berjanji secepatnya melakukan realisasi.
Maskur menceritakan, ia bersama beberapan konsumen sudah bertemu dengan pengembang. Dalam pertemuan itu ia mendapatkan penjelasan panjang lebar. "Alasannya, rumah saya belum bisa ditempati karena kondisinya masih 95 persen dan sertifikatnya masih dalam proses. Nah, kalau seperti ini dimana tanggung jawab pengembang," ungkapnya.
Hal serupa juga dikatakan Ahmad Zani (30), konsumen lainnya. Kondisi Zani justru lebih memprihatinkan. Betapa tidak, ia sudah menyetor uang muka sekitar Rp 14 juta dan memenuhi persyaratan admininstrasi lainnya. Namun hingga saat ini rumah di 'The Metro Graha' itu belum juga bisa ditempati. Selain kondisi fisiknya masih 60 persen, bangunan tersebut juga belum bersertifikat. "Padahal saya sudah membayar uang muka sejak 2012," katanya.
Zani berharap, dalam waktu dekat ini rumah tipe 36 miliknya itu segera bisa realisasi. Jika tidak, maka ia dan konsumen lainnya akan mengadukan permasalahan itu ke Kementrian Perumahan Rakyat (Kemenpera) serta pihak yang berkompeten lainnya. Pasalnya, kata Zani, perumahan yang berada di kawasan Tunggorono itu masuk dalam program FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang notabene digulirkan Kemenpera.
Sementara itu, Manager Marketing PT Dwijaya Persada Indah, Sari Siregar ketika dikonfirmasi terkait keluhan tersebut tidak banyak berkomentar. Ia justru marah-marah dan mengancam akan melakukan somasi jika wartawan menulis polemik di perumahan The Metro Graha. "Kalau konfirmasi langsung ke atasan saya di Sidoarjo. Uang muka 'seuprit' kok minta rumah," kata Sari dengan nada tinggi ketika dihubungi lewat ponselnya. [suf/but]