Reporter : Yusuf Wibisono
Jombang (beritajatim.com) - Anggota DPRD
Jombang diduga menerima uang 'pelicin' untuk memuluskan revisi Peraturan
Daerah Jombang Nomor 16 tahun 2012, tentang Pedoman Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Tudingan itu dilontarkan Joko Fatah Rochim, Ketua Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ). "Revisi Perda yang menghapus zonasi pasar tradisional dan modern tersebut tidak berpihak ke rakyat kecil. Namun anehnya, besok malam DPRD Jombang akan mensahkannya. Ujung-ujungnya jelas, mereka menerima pelicin," kata Fatah penuh curiga, Minggu (6/7/2014).
Hal senada dikatakan Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LINK), Aan Anshori. Menurutnya, revisi Perda yang merugikan pedagang kecil dan tradisional harus dihentikan. Alasannya, hal itu akan melemahkan posisi pedagang pasar tradisional yang jumlahnya ribuan orang.
Aan juga mengatakan, jika perda penghapusan zonasi tersebut disahkan, maka perkembangan swalayan akan mengalami booming. Sebaliknya, kondisi itu secara tidak langsung sebagai lonceng kematian bagi pedagang kecil. "Proses politik atas revisi Perda tata kelola pasar juga cacat karena tidak melibatkan partisipasi pedagang pasar," kata Aan.
Lebih aneh lagi, lanjutnya, tidak ada satupun fraksi atau anggota DPRD yg kritis atas kebijakan tersebut. Makanya Aan curiga ada main mata untuk menggolkan aturan itu. Bahkan dia yakin ada mafia perda dibalik revisi aturan tersebut.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Jombang Joko Triono membantah tudingan miring itu. Dia mengaku tidak pernah menerima uang sepeserpun terkait revisi Perda penghapusan zonasi pasar. "Tidak ada. Selama saya menjadi anggota dewan belum ada tindakan seperti itu," ujar Joko secara terpisah. [suf/ted]
Tudingan itu dilontarkan Joko Fatah Rochim, Ketua Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ). "Revisi Perda yang menghapus zonasi pasar tradisional dan modern tersebut tidak berpihak ke rakyat kecil. Namun anehnya, besok malam DPRD Jombang akan mensahkannya. Ujung-ujungnya jelas, mereka menerima pelicin," kata Fatah penuh curiga, Minggu (6/7/2014).
Hal senada dikatakan Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LINK), Aan Anshori. Menurutnya, revisi Perda yang merugikan pedagang kecil dan tradisional harus dihentikan. Alasannya, hal itu akan melemahkan posisi pedagang pasar tradisional yang jumlahnya ribuan orang.
Aan juga mengatakan, jika perda penghapusan zonasi tersebut disahkan, maka perkembangan swalayan akan mengalami booming. Sebaliknya, kondisi itu secara tidak langsung sebagai lonceng kematian bagi pedagang kecil. "Proses politik atas revisi Perda tata kelola pasar juga cacat karena tidak melibatkan partisipasi pedagang pasar," kata Aan.
Lebih aneh lagi, lanjutnya, tidak ada satupun fraksi atau anggota DPRD yg kritis atas kebijakan tersebut. Makanya Aan curiga ada main mata untuk menggolkan aturan itu. Bahkan dia yakin ada mafia perda dibalik revisi aturan tersebut.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Jombang Joko Triono membantah tudingan miring itu. Dia mengaku tidak pernah menerima uang sepeserpun terkait revisi Perda penghapusan zonasi pasar. "Tidak ada. Selama saya menjadi anggota dewan belum ada tindakan seperti itu," ujar Joko secara terpisah. [suf/ted]